Dugaan Kisruh Dana BUMTi Tirta Kencana: Modal Rp225 Juta Diduga Hanya Dikelola Rp100 Juta, Ketua Mundur, Pengurus Saling Bongkar
Lingkarmerah.my.id – Tulang bawang barat kecamatan tulang bawang Tengah kabupaten tulang bawang Barat Lampung.
Tiyuh Tirta Kencana kembali diterpa isu tak sedap. Program Badan Usaha Milik Tiyuh (BUMTi) dengan modal Rp225 juta yang seharusnya menjadi penggerak ekonomi warga, justru berubah menjadi bola panas. Pengelola saling lempar pernyataan, dana tidak jelas alirannya, dan ketua BUMTi bahkan memilih mundur.
Hengki: Dana Masuk Rp225 Juta, Dialokasikan untuk Kambing dan Nila
Bendahara BUMTi, Hengki, menjelaskan bahwa dana Rp225 juta telah masuk ke rekening BUMTi sepenuhnya. Menurutnya, dana itu digunakan untuk:
Usaha Kambing (Rp180 jutaan)
Kandang ukuran 6 × 20 meter: Rp64 juta
Kayu 6 kubik & asbes 20 kodi Pembelian kambing 31 ekor (termasuk 1 jantan): Rp82 juta, Pakan: Rp34 juta
Usaha Ikan Nila
Dana turun awal Rp10 juta, rencana total Rp20 juta Diserahkan kepada pengelola kolam bernama Andi
Disiapkan waring, bibit, dan pakan
Hengki juga mengakui ada pengambilan dana Rp1 juta per orang untuk operasional, termasuk dirinya, ketua, sekretaris.
Menariknya, ia mengatakan BUMTi lama dengan modal Rp150 juta telah “dibekukan”, dan dananya sudah “kembali ke rekening BUMTi”. Namun tidak dijelaskan secara rinci kondisi dana tersebut.
Andi, Pengelola Ikan Nila: “Bibit 3.500 Ekor, Banyak yang Mati. Soal Modal Saya Tidak Pernah Diberi Tahu.”
Di sisi lain, Andi, pengelola kolam nila, mengaku tidak tahu besaran modal usaha yang sebenarnya. “Bibitnya 3.500 ekor, tapi banyak yang mati. Saya hanya dikasih bibit, waring, dan pakan. Soal pembagian hasil saya belum tahu mungkin bagi dua hasil, gaji juga tidak ada,” ujarnya. Ia bahkan menyebut waring hanya satu gulung lebih dan pakan dua karung yang kini satu karung sudah habis.
Narasumber: “Yang Dikelola Hanya Rp100 Juta, Sisa Rp125 Juta Entah ke Mana”
Seorang narasumber yang meminta identitasnya dirahasiakan memberikan keterangan lebih mengejutkan. “Dana yang benar-benar dikelola hanya Rp100 juta. Seharusnya 225 juta dari Tiyuh diserahkan ke BUMTi, tapi yang dikelola cuma 100. Yang 125 juta ke mana? Tidak ada yang menjelaskan.”
Ia juga mengaku kesal karena para pengurus mengambil dana operasional masing-masing Rp1 juta, sementara dirinya sebagai kepala unit kandang tidak mendapatkan apa-apa.
Ketua BUMTi Joni Mengundurkan Diri: “Saya Diajak Ambil Rp100 Juta, Bukan 225 Juta”
Ketua BUMTi, Joni Arisandi, yang resmi mundur hari ini secara tertulis, memberikan pengakuan yang justru menambah keruh persoalan.
Menurutnya, dana yang ia ketahui hanya Rp100 juta, bukan Rp225 juta. “Saya diajak bendahara ambil uang di BRI. Yang saya pegang 100 juta, bukan 225. Waktu itu saya tidak cek buku rekening.”Joni juga mengakui tidak pernah memeriksa saldo rekening BUMTi sejak awal.
Soal Dana Operasional Rp1 Juta per Orang, Ia membenarkan adanya pembagian dana yang disebut sebagai “gaji” BUMTi. “Gaji satu juta per bulan untuk ketua, sekretaris, bendahara, pembina, ketua unit, dan anak kandang. Gaji diambil dari permodalan bulan September–Desember.”
Kisruh Semakin Terang: Dana Tidak Sinkron, Pengurus Tidak Kompak, dan Usaha Belum Jelas
Dari rangkaian pernyataan para pihak:
Bendahara mengaku dana Rp225 juta masuk penuh.
Ketua BUMTi hanya memegang Rp100 juta dan tidak tahu kemana sisanya.
Pengelola ikan hanya diberi bibit dan pakan tanpa penjelasan modal.
Kepala unit merasa tidak adil karena pengurus lain mendapat dana operasional.
BUMTi lama dengan modal Rp150 juta juga tidak jelas nasibnya.
Dengan kondisi ini, masyarakat wajar bertanya: Benarkah dana Rp225 juta benar-benar digunakan untuk usaha? Atau ada dana yang menguap tanpa pertanggungjawaban?
Yang pasti, mundurnya ketua BUMTi dan saling silang pendapat antar-pengurus semakin memperkuat dugaan bahwa pengelolaan dana tidak berjalan transparan. (Pedia HD/imam)






