PERISAI Nilai KP2MI Langgar Konstitusi, Kepmenaker 260/2015 Disebut Dijadikan “Surat Sakti”
Bekasi, lingkarmerah.my.id – Ketua Umum Perkumpulan Industri Jasa Penempatan Indonesia (PERISAI), Teguh Riyanto, S.H., mengkritik keras kebijakan Kepala Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) yang dinilai masih menutup penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke kawasan Timur Tengah dengan menjadikan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015 sebagai dasar kebijakan, meski regulasi tersebut dinyatakan sudah tidak berlaku secara hukum.
Menurut Teguh, penutupan penempatan PMI yang terus dilakukan hingga saat ini bukan lagi bentuk kehati-hatian, melainkan cerminan ketakutan birokrasi untuk mengambil tanggung jawab, yang justru berujung pada pelanggaran konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
“Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 itu sudah lama dicabut. Namun KP2MI masih menjadikannya alasan untuk menutup hak warga negara. Ini bukan bentuk perlindungan, melainkan pelanggaran konstitusi,” tegas Teguh Riyanto di Bekasi, Selasa.
Ia menegaskan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia tidak pernah melarang penempatan PMI ke Timur Tengah, termasuk ke Arab Saudi. Sebaliknya, undang-undang tersebut mewajibkan negara membuka akses kerja luar negeri dengan sistem perlindungan yang kuat dan terukur.
“Negara seharusnya hadir untuk mengatur dan melindungi, bukan justru menutup akses dan lepas tangan. KP2MI tampak lebih takut disalahkan oleh atasan atau tekanan tertentu, daripada takut melanggar Pasal 27 ayat (2) UUD 1945,” ujarnya.
PERISAI menilai, penutupan jalur penempatan resmi justru berdampak kontraproduktif. Kebijakan tersebut dinilai mendorong meningkatnya PMI non-prosedural, memperbesar risiko perdagangan orang, kekerasan terhadap pekerja, serta menghilangkan peran negara dalam memberikan perlindungan bagi warganya di luar negeri.
“Fakta di lapangan menunjukkan rakyat kecil yang dikorbankan. Jalur resmi ditutup, sementara jalur ilegal dibiarkan tumbuh subur. Ini merupakan kegagalan kebijakan yang serius,” kata Teguh.
Atas kondisi tersebut, PERISAI mendesak:
1. KP2MI menghentikan penutupan penempatan PMI tanpa dasar regulasi yang sah;
2. Presiden Republik Indonesia mengambil alih kebijakan strategis penempatan PMI;
3. DPR RI menjalankan fungsi pengawasan agar kebijakan tidak bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang;
“Jika memang negara ingin melarang, buatlah aturan yang sah. Namun selama tidak ada larangan hukum, tidak boleh ada penutupan hak rakyat untuk bekerja,” pungkas Teguh. (red).






